![]() |
Koperasi Rizky Abadi Gerai Jatinangor |
A. Pengrtian Rahn (gadai)
Secara etimologi, rahn berarti الثبوت والدوام (tetap dan lama) yakni tetap berarti الحبس واللزوم (pengekangan dan
keharusan). Sedangkan menurut istilah ialah penahanan terhadap suatu barang
sehingga dapat dijadikan sbagai pembayaran dari barang tersebut. Akan tetapi
menurut ulama hanafiyah Gadai secara istilah ialah mnjadikan suatu benda
sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayar ktika berhalangan dalam
membayar utang.
Sifat Rahn
Secara umum rahn dikatagorikan sebagai akad yang bersifat
derma sebab apa yang diberikan penggadai (rahn) kepada penerima gadai
(murtahin) tidak ditukar dengan sesuatu. Yang di berikan murtaqin kepada rahn
adalah utang, b
ukan penukar atas barang yang digadaikannya.
Rhan juga termasuk juga akad yang ainiyah yaitu dikatakan
sempurna sesuadah menyerahkan benda yang dijadikan akad, sperti hibah,
pinjam-meminjam, titipan dan qirad. Semua termasuk akad tabarru (derma) yang
dikatakan sempurna setelah memegang (al qabdu)
B. Dasar Rahn (gadai)
Al Qur’an
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ …. (البقرة : ۲۸۳)“Apabila kamu dalam perjalanan dan bermuamalah tidak secar tunai, sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis hendaklah ada barang yang di pegang” (Q.S. 2: 283)Assunnah
عن عائسة ر.ع. ان رسول الله ص.م. أشتر ى من يهودي طعاما ورهنه درعا من حديد. (روه البخارى والمسلم)“Dari Siti Ai’sah r.a. bahwa rasulullah saw bersabda: pernah membeli makanan dengan baju besi”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
C. Hukum Rahn
Para ulama sepakat bahwa rahn di bolehkan, tetapi tidak
diwajibkan sebab gadai hanya jaminan jika kedua pihak tidak saling mempercayai.
Firman Allah diatas hanyalah irsad (anjuran baik saja) kepada orang beriman
sebab dalam lanjutan ayat tersebut dinyatakan, yang artinya “akan tetapi,
jika sabagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercaya itu
menunaikan amanatnya (utangnya). (Q.S.Al baqarah :283).
Hukum rahn secara umum terbagi dua yaitu: shahih dan
ghair shahih (fasid). Rahn shahih adalah rahn yang memenuhi persyaratan.
Sedangkan Rahn Fasid ialah rahn yang tidak memenuhi persyaratan tersebut.
D. Rukun-rukun Rahn (gadai)
- Akad ijab dan qabul seperti seseorang berkata “aku gadaikan mejaku ini dengan harga Rp.10.000, dan yang satu lagi menjawab “aku terima gadai mejamu seharga Rp.10.000, atau bisa pula dilakukan selain dngan kata-kata, seperti dengan surat, isyarat atau yang lainnya.
- Aqid, yaitu yang menggadaikan (rabin) dan yang menerima gadai (murtabin). Adapun sarat yang berakad adalah ahli tasauf, yaitu mampu membelanjakan harta dan dalam hal ini memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gadai.
- Barang yang diajadikan jaminan (borg) sarat pada benda yang dijadikan jaminan ialah keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji uang harus dibayar. Rasul bersabda:كل ما جازبيعه جازرهنه “Setiap barang yang boleh diperjual belikan boleh dijadikan borg gadai”.
Menurut Ahmad bin Hijazi bahwa yang dapat dijadikan
jaminan dalam masalah gadai ada tiga macam yaitu kesaksian, barang gadai dan
barang tanggungan.
Dalam prinsip syariah, gadai dikenal dengan istilah RAHN. Rahn yang diatur
menurut Prinsip Syariah, dibedakan atas 2 macam, yaitu:
Rahn
‘Iqar/Rasmi (rahn Takmini/Rahn Tasjily)
Merupakan bentuk gadai, dimana barang yang digadaikan
hanya dipindahkan kepemilikannya, namun barangnya sendiri masih tetap dikuasai
dan dipergunakan oleh pemberi gadai. Maksudnya bagaimana ya? Jadi begini:
Tenriagi memiliki hutang kepada Elda sebesar Rp. 10jt. Sebagai jaminan atas pelunasan hutang tersebut, Tenriagi menyerahkan BPKB Mobilnya kepada Elda secara Rahn ‘Iqar. Walaupun surat-surat kepemilikan atas Mobil tersebut diserahkan kepada Elda, namun mobil tersebut tetap berada di tangan Tenriagi dan dipergunakan olehnya untuk keperluannya sehari-hari. Jadi, yang berpindah hanyalah kepemilikan atas mobil di maksud.
Konsep ini dalam hukum positif lebih mirip kepada konsep
Pemberian Jaminan Secara Fidusia atau penyerahan hak milik secara kepercayaan
atas suatu benda. Dalam konsep Fidusia tersebut, dimana yang diserahkan
hanyalah kepemilikan atas benda tersebut, sedangkan fisiknya masih tetap
dikuasai oleh pemberi fidusia dan masih dapat dipergunakan untuk keperluan
sehari-hari.
Rahn Hiyazi
Bentuk Rahn Hiyazi inilah yang sangat mirip dengan konsep
Gadai baik dalam hukum adat maupun dalam hukum positif. Jadi berbeda
dengan Rahn ‘Iqar yang hanya menyerahkan hak kepemilikan atas barang, maka pada
Rahn Hiyazi tersebut, barangnya pun dikuasai oleh Kreditur.
Jika dilihat dalam contoh pada point 1 di atas, jika akad
yang digunakan adalah Rahn Hiyazi, maka Mobil milik Tenriagi tersebut diserahkan
kepada Elda sebagai jaminan pelunasan hutangnya. Dalam hal hutang Tenriagi
kepada Elda sudah lunas, maka Tenriagi bisa mengambil kembali mobil tersebut.
Sebagaimana halnya dengan gadai berdasarkan hukum
positif, barang yang digadaikan bisa berbagai macam jenisnya, baik bergerak
maupun tidak bergerak.
Dalam hal yang digadaikan berupa benda yang dapat diambil
manfaatnya, maka penerima gadai dapat mengambil manfaat tersebut dengan menanggung
biaya perawatan dan pemeliharaannya.
Dalam praktik, yang biasanya diserahkan secara Rahn
adalah benda-benda bergerak, khususnya emas dan kendaraan bermotor. Rahn dalam Bank syariah juga biasanya
diberikan sebagai jaminan atas Qardh atau pembiayaan yang diberikan oleh Bank
Syariah kepada Nasabah. Rahn juga dapat diperuntukkan bagi pembiayaan yang
bersifat konsumtif seperti pembayaran uang sekolah, modal usaha dalam jangka
pendek, untuk biaya pulang kampung pada waktu lebaran dan lain sebagainya.
Jangka waktu yang pendek (biasanya 2 bulan) dan dapat diperpanjang atas
permintaan nasabah.
Sebagai contoh:
Putri sudah merencanakan untuk memasukkan anaknya ke
Universitas yang bermutu pada tahun ajaran baru ini. Namun demikian, ternyata
anaknya hanya bisa diterima melalui jalur khusus. Uang pangkal untuk masuk ke
jurusan favorit anaknya adalah sebesar Rp. 30 juta, sedangkan Putri hanya
memiliki uang tunai sebesar Rp. 20 juta. Untuk mengatasi masalah tersebut,
Putri mencari alternative dengan cara menggadaikan perhiasan emasnya ke Bank
Syariah terdekat. Emasnya sebesar 50gram dan untuk itu, Putri berhak untuk mendapatkan
pembiayaan sebesar Rp. 15juta. Karena Putri merasa hanya membutuhkan uang
sebesar Rp. 10juta, maka Putri juga bisa hanya mengambil dana tunai sebesar Rp.
10 juta saja.
Oleh Bank Syariah, dibuatkan Akad Qardh untuk memberikan
uang tunai kepada Putri, dan selanjutnya dibuatkan akad Rahn untuk menjamin
pembayaran kembali dana yang dierima oleh Putri. Sebagai uang sewa tempat untuk
menyimpan emas tersebut pada tempat penitipan di Bank sekaligus biaya asuransi
kehilangan emas dimaksud, Bank berhak untuk meminta Ujrah (uang
jasa), yang besarnya ditetapkan berdasarkan pertimbangan Bank. Misalnya Rp.
3.500,– per hari. Dengan demikian, jika Putri baru bisa mengembalikan uang
tunai yang diterimanya pada hari ke 30 (1 bulan), maka uang sewa sekaligus
asuransi yang harus dibayar oleh Putri adalah sebesar:
Rp. 3.500,– X 30 hari = Rp. 105.000,–
Jadi, pada saat pengembalian dana yang diterima olehnya, Niken harus membayar uang sebesar:
Rp. 10 jt + Rp. 105.000,– = Rp. 10.105.000,–
Bagaimana kalau ternyata dalam waktu 2 bulan Putri belum
bisa mengembalikan dana tersebut? Jika demikian, maka Putri dapat
mengajukan perpanjangan jangka waktu gadai tersebut kepada Bank yang berkenaan.
Perpanjangan tersebut dapat dilakukan secara lisan, dengan mengajukan
pemberitahuan kepada Bank tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika baru 1 minggu
Putri sudah bisa mengembalikan dana yang diterimanya, maka Putri tinggal
menghubungi Bank dimaksud, dan membayar biaya sewa tempat sekaligus asuransi
tersebut selama 1 minggu saja.
Jadi, prinsip pokok dari Rahn adalah:
- Kepemilikan atas barang yang digadaikan tidak beralih selama masa gadai
- Kepemilikan baru beralih pada saat terjadinya wanprestasi pengembalian dana yang diterima oleh pemilik barang. Pada saat itu, penerima gadai berhak untuk menjual barang yang digadaikan berdasarkan kuasa yang sebelumnya pernah diberikan oleh pemilik barang.
- Penerima gadai tidak boleh mengambil manfaat dari barang yang digadaikan, kecuali atas seijin dari pemilik barang. Dalam hal demikian, maka penerima gadai berkewajiban menanggung biaya penitipan/penyimpanan dan biaya pemeliharaan atas barang yang digadaikan tersebut.
DAFTAR FUSTAKA
Prof. Dr.H. Rachmat Ayaf’I, MA. Fiqh Muamalah, Pustaka
Setia Bandung,cet 10 2001,
Drs. H. Hendi Suhendi, M.SI, Fiqh Muamalah, PT
Raja Grapindo Persada Jakarta, cet I Juli 2007.
Dr. H. Nasution Haroen, MA. Fiqh Muamalah, Gaya
Media Pratama Jakarta, 2007
0 komentar